Keterbatasan APD
Barusan saya dapat kiriman foto dari ponakan yang kerja di
klinik kesehatan di Surabaya. Dibawah Foto ditulisi : “Om ini penampilan saya
saat kerja, pakai jas Hujan.” Nampak sekali jika yang dipakai benar-benar jas
hujan plastik yang tipis dan sepatu bot yang biasa kita pakai jika saat hujan
dan didepan rumah terjadi genangan air. Sungguh memprihatinkan.
Kenyataan seperti potret ponakan saya itu terjadi dibanyak
tempat. Lonjakan permintaan APD yang mendadak tak mampu di penuhi oleh produsen
pembuat APD. Sampai-sampai gerak cepat pemerintah memerintahkan pabrik kain
milik pemerintah untuk memproduksi APD. Disamping pemerintah mendatangkannya
dari China. Kebutuhan APD secara global juga melonjak tajam. 182 negara
memperebutkan APD dari semua perusahaan pembuat APD diseluruh dunia. Sampai –
sampai pemerintah Indonesia memperingatkan produsen APD dalam negeri untuk
mementingkan kebutahan dalam negeri terlebih dahulu. Meski jika di eksport
tentunya untungnya jauh menggiurkan.
Keterbatasan APD tentu sangat memprihatikan. Petugas
kesehatan saat ini ibaratnya prajurit perang yang harus melawan wabah corona. Sudah
seharusnya dilengkapi senjata paling canggih agar dapat menang dalam medan
pertempuran secepat mungkin. Andai tidak memiliki secara paling canggih ya
setidaknya senjata standar harus dimiliki dan selalu digunakan. Jika senjata
canggih tidak punya, senjata standar tidak punya. Jadi teringat peperangan
tempo dulu dengan senjata seadanya, meski lawan menggunakan senjata yang
canggih.
Dampak kurangnya APD bisa merusak mental petugas kesehatan
bahkan sampai keluarganya. Bagaimana tidak, setiap waktu mereka harus
berhadapan dengan orang sakit, harus memeriksanya, harus berkomunikasi, jika
perlindungan diri tidak memadai sangat mungkin ikut tertular juga. Semoga
tidak. Semoga perlindungan diri yang tidak memadai karena memang tidak ada
alias persediaan yang terbatas, diganti perlindungan langsung dari Allah yang
lebih sempurna.
Petugas kesehatan harus sehat, karena jika sampai petugas
kesehatan ikut sakit, bisa menjatuhkan mental banyak pihak. Keluarga, rekan
sejawat, dan banyak pihak termasuk para tetangga. Jika saja petugas kesehatan
yang tahu menjaga diri saja terjangkit. Bagaimana dengan orang awam?
Pemerintah, telah berjuang keras untuk mencukupi APD
tersebut sebenarnya. Tetapi karena lonjakan diseluruh dunia yang sangat tinggi.
Mereka, produsen APD tidak siap. Apakah mereka tidak meningkatkan produksi? Tentu
saja, ini peluang bisnis yang tidak tentu akan terjadi lagi. Namun peningkatan
produksi juga tidak segampang yang dibayangkan. Karena menyangkut sumber daya
manusia yang terbatas, menyangkut bahan baku yang terbatas, menyangkut
mesin-mesin yang terbatas dan lain sebagainya.
Solusinya? Pertama, pemerintah dengan keadaan yang seadanya
sekarang ini harus mampu mendistribusikan APD secara adil dan merata sesuai
tingkat kebutuhannya dimasing-masing daerah. Kedua, pemerintah harus secepatnya
memberikan insentif kepada produsen dalam negeri yang memproduksi APD untuk
pasar dalam negeri. Tanpa insentif yang memadai produsen APD tidak akan
bergairah meningkatkan produksi APDnya. Ketiga, karena kondisi darurat,
permudah perinjinan dari industry sejenis untuk memproduksi APD. Perinjinan ini
penting agar mereka yang beralih fungsi produksi tidak terkena masalah hukum,
dengan pihak penegak hukum yang seringkali tidak kenal kompromi. Keempat,
Kemenkeu segera mempermudah perinjinan yang berkaitan dengan tarif pajak
terhadap masuknya bahan baku APD dari luar negeri. Jangan sampai produksinya
mampu meningkat tinggi namun bahan bakunya tidak tersedia.
Biasanya permintaan yang melonjak tajam seperti sekarang ini
akan perlahan-lahan teratasi jika semuanya yang dikendalikan pemerintah dapat
berjalan sebagaimana yang direncakan. Tidak ada distributor yang nakal, tidak
adak permintaan yang berlebihan diluar kebutuhannya. Semoga.