-->

Kesadaran diri

Sebagai bangsa besar kita masih sering dicemooh oleh Negara lain bahwa kita ini kurang tertib, kurang disiplin, kurang kerja keras dan lain sebagainya. Benarkah? Tentu ada  yang benar dan ada yang tidak benar. Tetapi yang menjadi persoalan bukan benar dan tidaknya melainkan stigma negative itu sudah semestinya kita terima dengan lapang dada dan berupaya keras untuk meningkatkan semua yang dianggap kurang itu.

Secara umum daya saing bangsa kita di level internasional masih jauh dari harapan. Masih banyak yang harus ditingkatkan untuk mengejar ketertinggalan dengan bangsa lain. Contoh kecil saja adalah pembangunan jalan tol. Indonesia memiliki jalan tol lebih dahulu dibandingkan China, tetapi saat ini panjang jalan tol di China sudah hampir 100 kali panjang tol di Indonesia. Contoh lain, dunia pendidikan, tiga puluh  tahun lalu banyak guru besar dan doctor dari Indonesia yang mengajar di Universitas Malaysia yang sedang membutuhkan banyak pengajar untuk meningkatkan pendidikan disana. Kenyataan saat ini di rangking dunia, perguruan tinggi yang ada di Indonesia kalah jauh dengan Malaysia dan Singapura. Dalam rangking pendidikan tinggi kita tidak bisa mengalahkan negeri kecil seperti Singapura. Konon dulu perusahaan minyak Petronas juga belajar ke Pertamina, kenyataan sekarang Petronas jauh lebih besar dibandingkan dengan Pertamina.
Kita ini bangsa besar, sumber daya alamnya besar, sumber daya manusianya juga banyak, yang terdidik dan lulusan luar negeri juga banyak. Potensi pasar domestiknya juga besar karena dalam jumlah penduduk Indonesia berada pada urutan empat dunia, kira-kira apa yang kurang?
Pertama, kita ini memang kurang disiplin dalam segala aspek. Kesadaran diri dari semua elemen bangsa tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya. Contoh kecil saja, kita tidak bisa disiplin dalam menjaga kebersihan lingkungan. Dikota-kota besar berdasar regulasi yang dibuat oleh masing masing kepala daerah sudah mulai ada yang sadar, akan tetapi yang belum sadar jumlahnya masih sangat besar. Sehingga belum nampak suatu wilayah yang tingkat kebersihannya bisa membuat decak kagum orang yang baru melihatnya.
Tidak hanya soal kebersihan, ketidak disiplinan kita semua masih banyak kita rasakan diberbagai sisi, misalnya di jalan raya, ditempat-tempat pelayanan umum. Masih sering terlihat tindakan yang memprihatinkan akibat ketidak disiplinan semua pihak. Yang membutuhkan pelayanan, yang memberikan pelayanan, masih jamak di negeri ini sering terjadi keluhan disana sini.
Kedua, Masyarakat Indonesia sebenarnya memiliki tingkat kebersamaan yang tinggi. Ini sudah sangat populer sejak jaman dahulu dengan sebutan gotong royong. Orang kita itu kalau membantu sesama sangat ringan tangan, baik membantu dengan tenaga maupun membantu dengan hartanya. Kegiatan gotong royong dapat dilihat marak terjadi diberbagai daerah, terutama didesa-desa kegiatan gotong royong masih tumbuh dan terus marak berjalan.
Pada tataran yang lebih besar, kebiasaan bergotong royong ini tidak mampu diadopsi sehingga mampu meningkatkan daya saing bangsa. Saat kondisi seperti sakarang ini sebenarnya bangsa ini butuh gerakan gotong royong yang aplikasinya sedikit berbeda. Kalau biasanya secara bersama-sama mengerjakan sesuatu pekerjaan misalnya, saat ini butuh kebersamaan untuk saling memiliki kesadaran mematuhi himbauan pemerintah agar wabah korona ini bisa segera tuntas. Mestinya masyarakat yang gemar bergotong royong saat ini juga gemar sacara bersama-sama misalnya untuk membantu pemerintah melakukan kegiatan untuk tertib tinggal dirumah. Diantara kita masih banyak yang menyibir keinginan pemerintah ini, bahkan mengacuhkan, padahal kegiatan pemerintah ini membutuhkan kerjasama banyak pihak sebagaimana kegiatan gotong royong.
Ketiga, kita sebagai bangsa besar belum terbiasa memiliki kerangka berpikir yang besar. Dalam bahasa keseharian sudah puas dengan apa adanya. Kita kurang kreatif, yang pada akhirnya kita menjadi pasar empuk dari Negara-negara yang lebih kreatif, misalnya China. Indonesia merupakan pasar empuk sekali bagi China. Mulai barang murahan sampai dengan barang kelas mahal laku keras di Indonesia. China akan berpikir keras untuk memasarkan produknya misalnya ke Jerman. Kualitas harus nomor satu, tidak boleh produk asal-asalan apalagi membayahakan kesehatan. Tetapi tidak dengan pasar Indonesia, semua produk bisa masuk dan bisa laku keras.
Karena tidak kreatifnya sebagai bangsa, banyak bahan baku mentah kita yang di ekspor dengan harga murah, dan kemudian kembali lagi ke Indonesia menjadi suatu produk tertentu dengan harga premium. Andai kita bisa memanfaatkan sumberdaya alam ini sedemikian baik sebagaimana bangsa lain, tentu Indonesia akan jauh lebih maju dari sekarang. Bahan baku yang melimpah, pasar domestik yang besar merupakan keunggulan bangsa kita dibandingkan dengan bangsa lain.
Keempat, kita ini masih sering mencari jalan pintas yang berakibat daya saing kita rendah. Sebenarnya banyak petani potensial di negeri ini. Tetapi karena tingkat pengetahuan petani kita masih rendah, kurangnya edukasi sehingga hasil pertaniannya sering kali tidak memenuhi standar kesehatan sehingga tidak laku untuk di eksport. Contoh yang paling anyar adalah kasus buah naga yang banyak dibuang oleh para petani karena tidak laku dijual. Harganya jatuh karena hanya mengandalkan pasar dalam negeri. Padahal pasar luar negeri sangat besar, tetapi buah naga dari Indonesia kebanyakan tidak laku di eksport karena saaat penanamannya menggunakan pestisida.
Contoh lain, banyak juga pedagang di Indonesia itu yang masih belum jujur, tetapi menggunakan jalan pintas agar dagangannya laku. Menjual produk buah-buahan yang dimodifikasi dengan melakukan penyuntikan bahan kimia kedalam buah yang dijual agar nampak menarik. Padahal sangat membahayakan kesehatan. Perbuatan curang ini membuat pembeli menjadi takut sehingga menurunkan daya beli juga pada akhirnya.
Dari berbagai kasus diatas, kita sebagai bangsa besar harus segera move on, memiliki kesadaran untuk berbenah untuk kepentingan bangsa. Pemerintah harus berperan dalam mengedukasi rakyatnya lebih sistematis. Jika tidak kita mulai dari membangun kesadaran ini, apapun upaya yang dilakukan para ahli kita tidak akah menjadi daya ungkit pembangunan bangsa ini.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel