-->

Massa

Pada tahun 1995 Nicolas Negroponte pendiri Media Lab MIT dalam bukunya yang sangat terkenal Being Digital. Negroponte mengatakan, suatu hari, dunia pasti akan berubah, semua yang bisa dibuat digital akan menjadi digital, kemudian terkoneksi. Dengan adanya buku elektronik, perdagangan lewat internet, perbankan daring, fotografi, musik digital, streaming video, dan perputaran berita yang selalu aktif, jelaslah bahwa kita mengarah kesana. Pergeseran ini mengubah segalanya.

Pada fase berikutnya, Joi Ito seorang pengusaha, investor, visioner yang tidak tamat dari bangku kuliah, memperbaharui prediksi Negroponte yang merupakan seniornya, dengan ramalannya sendiri tentang kemana kita akan menuju di dunia yang disebutnya After-Internet (AI) - Setelah Internet. Menurut Ito, salah satu yang bisa mengguncang bisnis yang sudah mapan dalam skala besar adalah biaya inovasi, kolaborasi, dan distribusi yang sudah turun signifikan. Artinya perusahaan raksasapun sudah tidak bisa lagi mendominasi hanya dengan memanfaatkan sumber daya modal, pabrik, atau jejaring. 
Ramalan Ito menjadi kenyataan, saat ini banyak perusahaan rintisan yang dilakukan oleh para individu dengan modal yang sangat minim mampu mengguncang dunia yang kemudian menghasilkan revenue diatas perusahaan mapan. Mereka hanya bermodal ide kemudian menyewa sebuah kantor sempit, membeli tempat di Clud Amazon, dari sanalah mereka melakukan sesuatu untuk mengguncang perusahaan yang sudah berdiri puluhan tahun dan mapan. Seperti itulah dunia Setelah-Internet. Mereka tidak perlu ijin, bahkan tidak membayar pajak, untuk menuangkan gagasannya.
Lebih lanjut, Ito menawarkan sembilan prinsip yang harus dipikirkan perusahaan-perusahaan yang sudah mapan agar tidak tertinggal dari pesaing mereka yang lebih gesit dalam menghadapi dinamika lingkungan yang sulit diprediksi, Yaitu :

  1. Daya tahan, bukan kekuatan; itu berarti Anda menerima dan membiarkan kegagalan untuk kemdudian bangkit lagi, bukannya berusaha mati-matian menolak kegagalan.
  2. Tarik, bukan dorong; itu berarti Anda menarik sumber daya dari jejaring kalau perlu saja, bukannya menimbun sumber daya itu dan mengendalikannya.
  3. Ambil resiko, bukan fokus ke keselamatan.
  4. Fokus ke sistem, bukan ke objek.
  5. Kompas yang bagus, bukan peta.
  6. Langsung dipraktekan, bukan hanya mengungkapkan teori.
  7. Pembangkangan, bukan kepatuhan. Anda tidak meraih hadiah nobel dengan melakukan apa yang diperintahkan.
  8. Yang terpenting adalah massa, bukan pakar.
  9. Fokus ke pembalajaran, bukan pendidikan.

Meskipun semua prinsip itu berpotensi mengganggu, atau membantu perubasahaan besar yang sudah mapan, dua prinsip nomor 8 dan 9 adalah sangat relevan untuk perusahaan yang mencoba untuk terhubung denggan konsumen.
Saat ini massa memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menaikan atau menjatuhkan Anda dalam waktu yang singkat. Setiap hari dapat kita lihat, cuitan melalui twitter yang seringkali mengganggu kampanye suatu perusahaan yang dilakukan dengan biaya yang sangat besar. Atau bagaimana seseorang menulis di Facebook stigma miring terhadap suatu produk, kemudian viral kemana-mana dengan sangat mudah mengganggu program promosi yang sudah disiapkan dengan sumber daya yang tidak kecil.
Facebook sendiri menyadari bagaimana masyarakat luas yang aktif bisa menggagalkan rencananya untuk melangkah strategis yang akan menambah pemasukan dari Iklan, tapi melanggar privasi pengguna. Misalnya saja, tahun 2012, Facebook harus berulangkali membatalkan perubahan layanan, setelah menghadapi tuntutan, setelah pengguna dan pemerintnah federal Amerika Serikat keberatan dengan invasi terhadap privasi. Contoh lain, Airbnb mendapat masalah hukum di beberapa negara atau kota yang melarang penyewaan apartemen atau rumah dalang jangka pendek.
Artinya, dunia setelah-internet ini, tantangan yang harus dihadapi perusahaan semakin beragam dan kompleks. Karena bisa dilakukan oleh individu darimanapun mereka berada. Menghadapi itu semua tidak bisa dilakukan dengan cara-cara konvensional, misalnya menjawab dengan iklan, atau release perusahaan, melainkan harus memahami bagaimana media sosial bekerja. Ini semua harus dicermati secara serius apa yang harus dilakukan. Melalui pembelajaran sehari-hari sehingga mampu mengelola semua persoalan yang menggelinding dibalantara luas yang namanya media sosial.
Ringkasnya, agar perusahaan bisa bersaing, perusahaan harus memakai pola pikir, bahwa hidup di dunia Setelah-Internet mengurangi keunggulan daya saing yang dinikmati banyak perusahaan di dunia Sebelum-Internet. Cara-cara lama tidak bisa lagi digunakan diera Setelah-Internet. Banyak sudah contoh perusahaan multinasional yang dulu sangat unggul dengan segala keunggulan daya saing yang dimilikinya, tetapi harus rontok di era Setelah-Internet ini. Dimana letak kesalahan mereka? Tidak ada yang salah, hanya cara-cara yang mereka lakukan sudah tidak sesuai di era Setelah-Internet saat ini dan akan terus berlangsung.
Bahan bacaan :

  1. Design to Grow; David Buttler & Linda Tischler, April 2016.
  2. Good to Great: Why Some Companies Make the Leap... and Others Don't;  Jim C. CollinsThe book was published on October 16, 2001.
  3. Being Digital; Nicholas Negroponte.; The book was published on January 2, 1995



Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel